Belajar UX

Share this post

Bagaimana Menghadapi PHK

www.belajar-ux.com

Bagaimana Menghadapi PHK

PHK tidak mudah, tapi kita bisa menyiasatinya

Sigit Adinugroho
Jan 26
Share this post

Bagaimana Menghadapi PHK

www.belajar-ux.com

Gelombang PHK di dunia teknologi pada awal tahun 2023 ini semakin besar. Microsoft, Google, Meta, Amazon — semua perusahaan-perusahaan “idola” pencari kerja di bidang teknologi melakukan PHK. Menurut data dari Layoffs.fyi, total hampir 80,000 orang terkena dampaknya tahun 2022-2023 ini di perusahaan-perusahaan teknologi di Amerika Serikat. Belum lagi, kabarnya ada beberapa perusahaan lagi yang akan menyusul. Di Indonesia pun tidak terkecuali. Ini yang katanya dinamakan “tech winter”. Alasannya apa terjadi PHK? Salah satunya adalah overhiring atau merekrut terlalu cepat dan berlebih dalam 3-5 tahun terakhir.

Di antaranya, terdapat desainer UX yang juga terdampak. Tentunya ini tidak mudah.

Pertama, yang paling jelas adalah kehilangan sumber pendapatan, apalagi jika ada tanggungan. Walaupun ada pesangon, tapi biasanya hanya untuk beberapa bulan, dan itupun kalau perusahaannya benar-benar beriktikad baik.

Kedua, hubungan profesional yang sudah dijalin antara pekerja dan pekerja lain tiba-tiba terputus. Kepercayaan, reputasi, persahabatan yang ada di dalam perusahaan, tiba-tiba harus diputus begitu saja.

Ketiga, kehilangan identitas (walau untuk sementara waktu). Banyak dari kita yang benar-benar bangga bekerja di suatu perusahaan sehingga ia menjadi identitas utama. “A kerja di Google, lho! Dia desainer yang hebat pasti, ya.”

Keempat, adalah kehilangan moral untuk jangka yang panjang. Walaupun kita bisa mendapatkan pekerjaan setelah itu, mungkin dalam hitungan bulan, tetap saja momok PHK di masa lalu menjadi beban moral. Impostor syndrome, trauma dan kekesalan jadi beban yang tidak bisa hilang dalam setahun-dua tahun, bahkan selamanya. Mereka yang ditinggalkan dan masih bertahan di perusahaan tersebut pun juga memiliki beban moral.


Aksi Jangka Pendek

Terlepas dari alasan, dampak dan beban yang terjadi, sebagai yang terdampak, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam kontrol kita sendiri. Saya sendiri terkena PHK tahun 2020 ketika awal pandemi Covid-19. Saya warga negara Indonesia, bekerja di Singapura dengan visa kerja, dan dengan PHK, maka saya harus kembali ke Indonesia dalam waktu 3 bulan, lengkap dengan anak yang masih sekolah. Semua terasa hancur, dengan tiba-tiba kami harus mengubah rencana kami.

Sekedar berbagi—bukan menggurui, karena tiap situasi individu berbeda—berikut adalah hal-hal yang saya lakukan:

1. Istirahat

Ya, seminggu pertama setelah kabar PHK dari kantor, saya memutuskan untuk benar-benar mendalami kesedihan dengan istirahat. Tidak 100% reaktif. Memang saya mulai menghubungi teman-teman, tapi fokus saya pada saat itu hanya istirahat. Trauma tiba-tiba berdampak pada kesehatan psikologis dan fisik saya. Teman-teman juga harus beristirahat dengan tidak melakukan apa-apa, spending waktu bersama keluarga. You’ll feel a bit better after.

2. Hubungi Kolega dan Rekruiter

Minggu ke-2, saya mulai aktif menghubungi kolega atau rekruiter yang pernah menghubungi saya di masa lalu. Saya juga posting di media sosial termasuk LinkedIn dan Twitter, bahwasannya saya mencari pekerjaan karena PHK. Saya sengaja melakukan ini dulu sebelum menyusun CV dan portfolio untuk melihat apakah ada yang bisa saya “jaring” dulu dengan cepat. Alhasil, saya sempat dapat proyek freelancing dan beberapa jadwal wawancara.

Jangan lupa juga bahwa walau tujuan utama dari menghubungi kolega dan teman-teman ini adalah untuk mencari peluang pekerjaan, tapi yang paling penting adalah untuk menjalin komunikasi dan membangun awareness. Jangan harap akan ada hasil instan. Bisa jadi, dari hasil perbincangan ini, kolega atau teman kita bisa membantu mencari peluang di network mereka sendiri. Berikan waktu, jangan ditagih, ya.

3. Bebenah CV dan Portfolio

Habiskan waktu secukupnya untuk “menelurkan” CV dan portfolio versi 1 yang siap edar. Tidak usah terlalu sempurna. Ini juga pengingat bagi teman-teman, walau sedang tidak mencari pekerjaan, selalu rapikan CV dan portfolio, sehingga bisa siap edar kapan saja. Buat saya, waktu itu memang hanya tinggal memoles sedikit.

Setiap kali wawancara yang saya lalui (total ada 5-7 perusahaan pada saat itu secara bersamaan), saya mencoba refine dan iterate portfolio saya sesuai feedback dari sesi wawancara yang sudah berlalu. Iterative approach ini lebih berhasil daripada menghabiskan waktu 1 bulan untuk portfolio tanpa wawancara satu pun.

4. Rencana A, B, C, D

Rencanakan kehidupanmu selanjutnya, walaupun move on tidak mudah. Rencanakan Plan B, C sampai D. Buat saya waktu itu, saya sudah rencanakan siap pulang for good ke Indonesia pada akhirnya, dan selain mencari pekerjaan, saya rencana sabbatical selama minimal 6 bulan. Mungkin ada juga yang rencana liburan panjang, kalau pesangonnya lumayan. Buat saya, saya hanya ingin istirahat dulu. Buat kalian, mungkin bisa berbeda — ada yang ingin memulai bisnis, ada yang ingin belajar atau kuliah lagi, semua bagus!


Aksi Jangka Panjang: Ubah Pola Pikir!

Selain dari short-term steps di atas, ada beberapa hal penting yang bisa kita tanamkan dalam benak kita untuk berpikir lebih positif di kemudian hari.

Kita bukanlah pekerjaan kita

Bedakan identitas kita pribadi dengan pekerjaan kita, seberapa suka pun kita dengan pekerjaan itu. Kita bukanlah perusahaan kita. Kita bukanlah Google, kita bukanlah Meta, kita bukanlah Perusahaan X. Bahkan kita bukanlah semata desainer, kita adalah individu independen. Saya selalu beranggapan bahwa ketika kita bekerja pada sebuah entitas, anggaplah mereka klien kita sementara waktu. Kita hanya bekerja “in-house” untuk waktu tertentu.

Jaga kesehatan mental dan fisik

Ketika bekerja, dan ketika putus kerja, tetap prioritaskan kesehatan mental dan fisik. Makan yang baik, olahraga jika sempat, dan bersyukur lebih banyak pada apa yang ada dan sudah kita terima.

Proaktif dengan karir

Karir kita sendiri adalah kita yang menentukan. Mungkin kita perlu lebih proaktif dalam mendefinisikan kehidupan profesional kita. Bisa saja kita melakukan inisiatif lain seperti menulis blog, menulis buku, atau membuat konten lainnya yang bisa bermanfaat buat orang lain, alih-alih mendapatkan penghasilan. Kita juga bisa memulai bisnis kecil-kecilan, jika teman-teman memang suka. Mulai berpikir ke dalam dan ke depan: apa yang ingin kita raih selama hidup?


Terima kasih sudah membaca artikel ini sampai habis. Jangan lupa langgan kami ya:

Share this post

Bagaimana Menghadapi PHK

www.belajar-ux.com
Previous
Next
Comments
TopNewCommunity

No posts

Ready for more?

© 2023 Belajar UX
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Start WritingGet the app
Substack is the home for great writing