Belajar UX

Share this post

Komunikasi "Synchronous" dan "Asynchronous"

www.belajar-ux.com

Komunikasi "Synchronous" dan "Asynchronous"

Sigit Adinugroho
Jan 25
Share this post

Komunikasi "Synchronous" dan "Asynchronous"

www.belajar-ux.com

Dalam era remote working seperti sekarang ini, waktu, kehadiran dan perhatian menjadi komoditas yang menjadi semakin mewah. Dulu (duh, 1,5 tahun yang lalu?) kita masih bisa berada di satu kantor yang sama, dan berkolaborasi bersama-sama dalam satu ruangan. Ada yang kurang? Tinggal datang ke meja teman kerja lain. Meeting mendadak? Habis makan siang, cus.

Semenjak COVID-19 menyerang, kita tidak bisa lagi berharap impromptu meeting seperti itu, apalagi di dalam ruangan yang sama. Semua serba remote dan conference call. Zoom, Google Meets dan BlueJeans jadi sahabat. Alhasil, ada beberapa hal yang perlu dikhawatirkan:

Thanks for reading Belajar UX! Subscribe for free to receive new posts and support my work.

  1. Perhatian atau atensi bisa jadi menjadi berkurang, karena setiap orang bisa sibuk dengan “dunia”-nya sendiri. Fokus adalah barang yang mahal bahkan ketika berada di dalam ruangan yang sama, apalagi terpencar jarak.

  2. Masalah teknis menjadi momok mengerikan, karena bayangkan jika ada meeting penting dengan C-level, lalu tiba-tiba internet atau listrik mati. Produktivitas juga menurun di kala lagi “mood” kerja, tiba-tiba tidak bisa internet.

  3. Jika tidak dibatasi, maka impromptu meeting dapat mempersulit keadaan dan pemicu burnout. Misalnya — sedikit-sedikit harus call, maka bagi mereka yang jadwalnya memang harus fokus, akan mengalihkan perhatian yang cukup signifikan.

  4. Tanpa agenda yang jelas, maka meeting membuat waktu jadi sia-sia (tidak perlu remote, semua meeting yang dilakukan tanpa agenda berlaku seperti ini).

Lalu, apa yang bisa jadi solusinya?

Mungkin teman-teman pernah mendengar istilah synchronous atau asychnronous communication. Kedua istilah ini hampir pasti selalu dilakukan dalam dunia kerja. Tetapi, sayangnya, kebanyakan masih sifatnya syncronous.

Komunikasi “Synchronous”

Sesuai namanya, komunikasi jenis ini terjadi secara sinkron, dalam arti bisa jadi dalam waktu yang sama atau tempat yang sama. Menurut sebuah sumber:

Synchronous communication can be defined as real- time communication between two people. Examples include face-to-face or phone communication. A term that designates communications between two or more individuals that takes place simultaneously.

IGI GLOBAL

Mudahnya, meeting yang terjadi di ruangan yang sama, atau dalam ruangan maya yang sama (entah itu Google Meets atau Zoom), bisa dikatakan termasuk kategori ini. Ketika kita telepon ibu di rumah, itu juga synchronous communication. Manfaat komunikasi semacam ini adalah respon dari pihak lawan bicara (diharapkan) cepat atau instan, terkadang menggunakan nuansa dan bahasa tubuh (jika bertemu langsung), dan digunakan untuk membangun konsensus secara lebih cepat.

Namun, kelemahan dari gaya komunikasi ini adalah:

  1. Jika tidak diagendakan, akan membuang waktu semua pihak, karena kemungkinan pembicaraan melebar dan meluas itu sangat besar.

  2. Tidak semua konteks dapat dibangun dalam 30, 45 atau 60 menit. Terkadang butuh persiapan membaca dokumen, atau bahkan meeting lain.

  3. Tidak cocok untuk semua kepribadian. Biasanya, mereka yang extrovert cenderung lebih mendominasi keputusan.

  4. Untuk tim yang distribusinya global atau regional, kemungkinan sulit mengatur waktu setiap bertemu.

Apakah ada alternatif lain? Ada! Namanya komunikasi asynchronous.

Komunikasi “Asychronous“

Sesuai namanya, komunikasi ini terjadi antara beberapa pihak tapi tidak terjadi saat bersamaan. Loh, kok bisa?

Sebenarnya, sudah lama! Pernahkah anda mengirim surat ke teman atau saudara? Nah, itu salah satu bentuk komunikasi asynchronous. Bahkan, SMS dan chat juga termasuk hal ini secara teknis. Intinya, ketika anda mengirimkan pesan singkat atau surat, pihak pengirim belum tentu mendapatkan balasan pada saat itu. Bisa jadi pihak yang dituju baru membalas 3 jam, bahkan 24 jam kemudian.

Prinsip asynchronous ini memberikan waktu kepada pihak yang dituju untuk membaca, memahami, meriset, atau mengumpulkan konteks sebelum merasa siap untuk membalas.

Komunikasi asynchronous ini dapat diandalkan oleh tim produk untuk membangun konteks dan konsensus secara lebih dalam, apalagi untuk situasi remote dan distributed (tim tersebar di berbagai kota atau daerah). Ia juga memberikan waktu kepada pihak yang dituju untuk memahami secara mendalam sebelum bertanya atau memberikan umpan balik.

Berikut beberapa contoh komunikasi asynchronous dalam sebuah tim produk yang terdiri dari desainer UX, product manager dan software engineer.

Video walkthrough yang saya persiapkan untuk menjelaskan flow UX

Contoh A:

Desainer UX menyiapkan dokumen Figma berisi wireframe disertai penjelasan. Sebelum presentasi akbar pada tim yang lebih luas, Sigit berharap setiap orang di tim internalnya dapat memahami dan memberikan feedback. Karena timnya sibuk dan tersebar di berbagai kota dan bahkan negara, Sigit merekam dirinya melalui video melakukan walkthrough atau penjelasan tentang desainnya.

Contoh B:

Product Manager ingin menjelaskan proyek A secara lebih mendetail dan runut, tapi butuh feedback dari leadership. Beliau membuat sebuah project brief tentang latar belakang, tujuan, rencana dan data-data. Tim leadership sangat sibuk, tapi bersedia untuk membaca. Namun dokumen ini harus singkat dan padat.

Contoh C:

Tim A di negara A ingin melakukan brainstorming ide untuk riset UX tentang pengguna, tapi tim B berada di negara B yang 12 jam perbedaannya. Tim A memulai sebuah dokumen Google Docs dengan format yang sesuai untuk mengumpullkan ide dan mendiskusikannya bersama-sama dalam dokumen.

Contoh D:

Desainer UX ingin mendokumentasikan keputusan-keputusan yang dibuat dari meeting-meeting atau feedback dari tim. Tidak hanya menjaga catatan supaya tidak hilang, tapi juga sebagai sarana komunikasi jikalau suatu saat ada yang bertanya, “apa sudah coba opsi B, C, D?”

Tips Melakukan Komunikasi “Asynchronous”

Karena tujuan komunikasi tipe ini adalah memberikan waktu pada pihak yang dituju untuk berpikir dan membangun pemahaman, maka selayaknya, responnya harus bisa berkualitas dan memberikan pengirim informasi, konteks atau konfirmasi yang dibutuhkan, sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya. Untuk itu, chat tidak sembarang chat, dokumen tidak sembarang dokumen, tapi ada tipsnya:

  1. Tulis dengan jelas, runut dan dengan tata bahasa yang baik. Dokumen ini dipakai dan berpotensi dibaca oleh banyak orang, maka perlu komunikasi yang baik dan benar. Bahasa Indonesia atau Inggris, sama saja.

  2. Jika tidak diperlukan, hindari memasukkan informasi dengan bertele-tele. Misalnya, jika ada informasi yang lebih lengkap, intisarikan dan link ke dokumen dimaksud.

  3. Dokumen harus lengkap, dalam arti bayangkan penerima informasi tidak punya konteks sama sekali, maka kita harus lengkapi semua informasi walau dengan format yang seringkas-ringkasnya.

  4. Jelaskan apa yang anda harapkan dari penerima informasi: approval, konfirmasi atau malah informasi tambahan?

  5. Jika terlalu kompleks atau banyak yang dikomunikasikan, coba rekam video, lalu kirimkan bersama-sama.

Thanks for reading Belajar UX! Subscribe for free to receive new posts and support my work.

Share this post

Komunikasi "Synchronous" dan "Asynchronous"

www.belajar-ux.com
Previous
Next
Comments
TopNewCommunity

No posts

Ready for more?

© 2023 Belajar UX
Privacy ∙ Terms ∙ Collection notice
Start WritingGet the app
Substack is the home for great writing